Gili Lampu adalah sebuah destinasi wisata yang cukup populer, berada di Sambelia, salah satu kecamatan di Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat Indonesia. Gili Lampu berasal dari kata "Gili" yang berarti Pulau dan "Lampu" yang bisa berarti Penerang. Selama ini mungkin banyak orang membayangkan Gili Lampu
itu pulau yang dipenuhi lampu-lampu. Tetapi kenyataannya tidaklah
demikian. Karena "Gili Lampu" sebenarnya merupakan pulau kecil dimana
terdapat sebuah mercusuar tanda penerang atau rambu-rambu bagi lalu lintas laut
dan hilir mudik pelayaran di sekitarnya. Menurut keterangan tokoh
masyarakat di Sambelia, mercusuar itu sudah ada sejak zaman Jepang, dan
hingga kini kondisinya masih berfungsi. Pada malam hari, kerlip pijar
lampu mercusuar tidak hanya tampak dari sekitar wilayah pesisir, tetapi
juga bisa dilihat dari Depan Kantor Kecamatan Sambelia.
Posisi dan Perbatasan
Secara administratif Gili atau Pulau Lampu termasuk dalam wilayah Kecamatan Sambelia, posisinya sekitar 2 Km di sebelah timur Dusun Transad Desa Labuhan Pandan.
Dari segi komposisi pulau ini lebih tepat disebut gugusan karang,
karena jenis vegetasi yang dominan tumbuh di atasnya hanya bakau. Di
sebelah timur Pulau Lampu berbatasan dengan Selat Alas, kemudian di utaranya terdapat Gili Petagan
yang berukuran sedikit lebih besar, dan di sebelah selatan ada beberapa
gugusan pulau kecil yang masyarakat setempat menamainya Gili Lebur.
Kuat dugaan bahwa sebelumnya pulau-pulau ini merupakan satu kesatuan.
Namun akibat arus pasang dan naiknya permukaan air laut, menyebabkan
gugusan pulau karang ini seolah terpisah satu sama lainnya.
Perkembangan Fungsi
Sekitar tahun 1970-an, Pulau Lampu hanyalah tempat peristirahatan
para nelayan yang kebetulan sedang mencari ikan di perairan sekitarnya.
Pada waktu itu penggunanya kebanyakan adalah nelayan setempat, yaitu
dari Dusun Labuan Pandan (Sekarang Desa Labuan Pandan, red), sebagian
kecil dari Dusun Tibu Borok dan sekitarnya, serta nelayan luar seperti
dari Labuan Lombok, Tanjung Teros, Labuan Haji, atau Pulau Sumbawa.
Demikian pula dengan pantainya, komunitas nelayan atau warga setempat
lebih banyak memanfaatkannya untuk pelabuhan perahu dan sampan atau
sekedar untuk mencari nener (bibit bandeng). Tetapi memasuki pertengahan
tahun 1980-an, pemanfaatan obyek Pulau Lampu mengalami perkembangan
proyeksi. Tidak hanya sebatas aktivitas nelayan dan budidaya perikanan,
tetapi lebih didorong kearah kepariwisataan. Masyarakat sekitar terutama
dari Dusun Transad yang pada dasarnya tidak berlatar belakang nelayan
mulai tertarik melakukan pengembangan, antara lain dengan membersihkan
dan menata pantai sehingga nyaman untuk rekreasi. Beberapa fasilitas
meskipun alakadar (minimalis) mulai disediakan, seperti tempat pedagang
makanan dan minuman ringan, membuat sumur pembilasan, tempat ganti
pakaian, dan toilet umum. Kemudian pada tahun 1990-an, selain
menyediakan penginapan seperti bungalow-bungalow, kelompok pengelola
setempat yang dimotori Mas Yanto dkk terus melakukan pembenahan,
misalnya dengan menyediakan paket penyeberangan ke Gili atau perjalanan
antar lokasi wisata pantai di Pulau Lombok. Pada waktu itu kerjasama
sudah dilakukan dengan agen tour and travel ternama, seperti "Perama".
Wisatawan Yang Berkunjung
Pada awalnya wisatawan yang berkunjung hanya sebatas masyarakat
setempat, seperti dari beberapa dusun tetangga se-Desa Sambelia atau
dari desa-desa lain se-Kecamatan Sambelia. Inipun hanya diwaktu-waktu
tertentu, misalnya piknik saat kenaikan kelas Sekolah Dasar, perayaan
Idul Fitri, Idul Adha, atau liburan tahun baru. Tetapi lambat laun,
pengunjung dari luar juga mulai berbondong-bondong, seperti dari
Kecamatan Pringgabaya, Aikmel, Masbagik, Selong, dll. Bahkan seiring
waktu dan gencarnya promosi yang dilakukan tokoh pemuda bersama
pemerintah setempat dan swasta, alhasil jumlah kunjungan wisata ke Pulau
Lampu meningkat dengan sangat pesat.
Daya Tarik Kepariwisataan
Saat ini obyek wisata Pulau Lampu sudah lebih dari cukup terkenal,
khususnya sebagai salah satu destinasi wisata pantai yang ada di Pulau
Lombok. Dalam promosi paket tour wisata yang disebutkan adalah "Pulau
Lampu", tetapi sepertinya yang lebih dominan wisata pantai. Selain bisa
mandi dan berenang dengan aman di pantai, ketertarikan wisatawan lokal
kebanyakan berkunjung kesana mungkin karena sensasi nama "Pulau Lampu".
Sedangkan bagi wisatawan luar atau mancanegara, yang menjadi magnet
bukanlah sekedar nama itu, melainkan karena disana mereka bisa menikmati
"sunrise". Secara analogi, kalau pariwisata di Bali punya Sanur dan
Kuta untuk melihat sunrise dan sunset, maka pariwisata Lombok memiliki
Pulau Lampu dan Senggigi untuk menikmati sunrise dan sunset. Kira-kira
begitulah ilustrasinya walaupun pada kenyataan kondisi sangat jauh dari
kata seimbang, khususnya untuk fasilitas pendukung. Tetapi bagaimanapun,
inisiatif dan keberhasilan yang dicapai Masyarakat Sambelia terutama
para pemuda di Dusun Transad ini patut mendapatkan apresiasi. Sebuah
karya anak bangsa, yang sudah sepantasnya para pihak mendukung untuk
pengembangan wisata daerah NTB, serta peningkatan manfaat yang seluasnya
bagi masyarakat sekitar. Jika ingin lebih sukses, maka masih banyak
yang perlu dilakukan bersama, misalnya bagaimana mengemas budaya dan
produk lokal yang ada menjadi paket wisata guna meningkatkan pesona dan
daya tarik kepariwisataan. Sudah barang tentu, semua itu harus dimulai
dari sekarang hingga masa-masa selanjutnya (WG).
0 komentar:
Posting Komentar